News Ticker

Komite Stabilitas Sistem Keuangan Akan Tangani Perang Bunga Bank

By Admin - Rabu, 08 Mei 2019

Likuiditas perbankan mengalami pengetatan bersamaan perkembangan kredit yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan dana nasabah atau dana pihak ketiga (DPK). Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Destry Damayanti menyebutkan perang bunga deposito pun terjadi pada bank menengah-besar dengan bank kecil. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan turun tangan.

Bunga deposito di bank menengah-besar atau bank umum aktivitas bisnis (BUKU) III dan IV sudah lebih tinggi dibandingkan bank kecil atau BUKU I dan II. “(Suku bunga deposito) bank BUKU III dan IV saat ini ini liar gara-gara butuh dana untuk pendanaan infrastruktur,” kata dia dalam acara Katadata Forum “Winning in a Turbulent Economy” di DJakarta Theater XXI, Jakarta, Rabu (28/11).

Tingginya bunga deposito di bank menengah-besar dikhawatirkan akan membuat flight to quality alias pindahan dana ke bank besar. Namun, Destry menjelaskan, masalah likuiditas perbankan yang membuat perang bunga deposito ini sudah teratur dibahas dalam rapat KSSK. Intinya, “Perang bunga dana akan dikendalikan,” ujarnya.

Adapun keadaan likuiditas ketat selagi ini tercermin berasal dari rasio kredit terhadap dana nasabah atau loan to deposit ratio (LDR) yang tinggi yakni mencapai 94%. Rasio yang makin lama mendekati 100% ini kudu diwaspadai. “Pengalaman di krisis 98 kalau sudah mendekati 100% kita hadapi masalah besar,” ucapnya.

Seperti disinggung di awal, pengetatan likuiditas terjadi imbas perkembangan kredit yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan dana nasabah. Menurut dia, perkembangan dana nasabah cuma 6% secara tahunan, sedang kredit per Oktober diperkirakan naik 14% secara tahunan.

Bila dibedah, penyaluran kredit di bank kecil untuk segmen konsumer, sedang bank menengah-besar banyak untuk infrastruktur. 

Selain gara-gara perkembangan kredit yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan dana nasabah, Destry menjelaskan, pengetatan likuiditas perbankan terhitung disebabkan oleh cara pemerintah yang agresif menerbitkan obligasi retail dengan imbal hasil (yield) yang menarik.

Dalam pidato terhadap Pertemuan Tahunan BI, Selasa (27/11), Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan akan memelihara kecukupan likuiditas perbankan. “Kecukupan likuiditas di perbankan dan pasar uang akan kita jaga,” ujarnya.

Adapun baru-baru ini, BI mempelonggar kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). GWM adalah dana atau simpanan yang kudu dipelihara bank dalam bentuk saldo rekening giro di BI.Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan fleksibilitas bank dalam mengelola likuiditas.

Pelonggaran dilakukan dengan meningkatkan porsi GWM kebanyakan (averaging) baik terhadap bank umum konvensional maupun syariah berasal dari 2% menjadi 3%.

Dengan demikian, bank konvensonal yang memiliki kewajiban GWM rupiah sebesar 6,5% berasal dari DPK, cuma kudu memelihara sebesar 3,5% berasal dari keseluruhan DPK rupiah tiap tiap harinya, sedang 3%-nya kebanyakan dua minggu.

Sementara itu, bank syariah yang memiliki kewajiban GWM rupiah sebesar 5% berasal dari DPK rupiah, cuma kudu memelihara 2% berasal dari keseluruhan DPK rupiah tiap tiap harinya, sedang 3%-nya kebanyakan dua minggu.

Selain itu, BI melonggarkan ketetapan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum konvensional dan syariah yang bisa direpokan ke BI berasal dari 2% menjadi 4% berasal dari DPK. PLM adalah penyempurnaan berasal dari ketetapan GWM sekunder yang dipenuhi lewat penempatan dana terhadap surat bernilai rupiah yang bisa digunakan dalam operasi moneter.

Besaran PLM ditetapkan sebesar 4% berasal dari DPK. Dengan adanya pelonggaran ketentuan, maka semua surat bernilai bisa direpokan ke BI.